Selasa, 22 Desember 2015

Kisah Uwais al-Qarni, Sang Penghuni Langit

Kisah Uwais al-Qarni, Sang Penghuni Langit

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Pada zaman Baginda Nabi Muhammad saw, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, bidang dadanya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, wajahnya selalu melihat pada tempat sujudnya dan tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya.

Pemuda ini tidak pernah lalai dari membaca al-Quran dan senantiasa menangis. Pakaiannya hanya dua helai saja, sudah terlalu lusuh untuk dipakai sehinggakan tidak ada orang yang menghiraukannya.

Beliau tidak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit. Pemuda ini, jika bersumpah demi Allah pasti terkabul.
Dia adalah Uwais al-Qarni. Beliau tidak dikenali dan miskin malah banyak orang yang suka mentertawakannya, mengejek-ejeknya, dan menuduhnya sebagai pencuri serta bermacam lagi penghinaan dilemparkan kepadanya.

Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tidak mempunyai saudara mara kecuali hanya ibunya yang telah tua dan lumpuh. Untuk menyara kehidupan sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing.

Upah yang diterimanya hanya cukup untuk kehidupan harian bersama ibunya.Jika ada uang lebihan, beliau akan membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya. Walaupun dalam keadaan serba payah, beliau tidak pernah lalai dalam mengerjakan ibadahnya, sedikit pun tidak berkurang.

Sepanjang hidupnya, beliau melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya. Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad saw yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak ada sekutu bagi-Nya.

Peraturan-peraturan yang terdapat di dalam agama Islam sangat menarik hati Uwais dan apabila seruan Islam datang di negeri Yaman, beliau segera memeluknya. Banyak rekan-rekannya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengar secara langsung dakwah Nabi Muhammad saw.

Hati Uwais juga meronta-ronta untuk ke Madinah bertemu kekasih Allah, penghulu para Nabi tetapi beliau tidak mampu karena tidak mempunyai bekal yang cukup untuk sampai kesana. Apa lagi beliau perlu menjaga ibunya. Jika beliau pergi, siapa pula yang akan melihat ibunya.

Dikisahkan ketika terjadi perang Uhud, Rasulullah saw mengalami cidera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya.

Berita ini akhirnya sampai kepada Uwais. Lalu ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada baginda saw, sekalipun beliau belum pernah melihat Rasulullah saw.

Hari berganti hari dan musim pun berlalu, kerinduannya terhadap Rasulullah tak dapat dibendung lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, bisakah dirinya baru dapat menziarahi Nabi saw dan memandang wajah beliau dari dekat?

Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi saw di Madinah.

Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memahami perasaan Uwais, dan berkata,

Pergilah wahai anakku! Temuilah Nabi dirumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang.

Dengan perasaan gembira yang amat sangat, Uwais berkemas untuk berangkat dan sebelum pergi, beliau menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya sepanjang kepergian beliau. Sesudah mencium tangan ibunya yang tercinta, berangkatlah Uwais menuju ke Madinah yang jaraknya sekitar empat ratus kilometer dari Yaman.

Dengan waktu yang cukup lama akhirnya tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segeralah ia menuju ke rumah Nabi saw, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah Sayyidatina Aisyah r.a., sambil menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi saw yang ingin ditemuinya.

Namun ternyata baginda saw tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tidak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi saw dari medan perang. Tapi, beliau teringat akan pesan ibunya sudah tua dan senantiasa dalam keadaan tidak sehat itu, agar ia cepat pulang ke Yaman, Engkau harus lekas pulang. Disebabkan ketaatan kepada ibunya, pesanan ibunya itu telah mengalahkan suara hati untuk menunggu Nabi saw.

Ia akhirnya memohon kepada Sayyidatina Aisyah r.a. untuk pulang kembali ke Yaman. Uwais lalu menitipkan salamnya kepada Nabi saw dan melangkah pulang dengan perasaan hampa karena tidak dapat bertemu dengan Kekasih Allah.

Sepulangnya dari perang, Nabi saw langsung bertanya tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad saw menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Beliau adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit).

Mendengar perkataan baginda Rasulullah saw, Sayyidatina Aisyah r.a. dan para sahabatnya tertegun seketika. Lalu kata Sayyidatina Aisyah r.a., memang benar sebelum ini ada seseorang telah datang mencari Rasulullah saw tetapi orang itu segera pulang ke Yaman, kerana teringat akan ibunya yang sudah tua dan sakit sehinggakan beliau bimbang meninggalkan ibunya terlalu lama.

Rasulullah saw bersabda : Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah bahawa ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya. Sesudah itu baginda saw, memandang kepada Sayyidina Ali k.w. dan Sayyidina Umar r.a. lalu bersabda: Apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya untuk kalian karena dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi.

Tahun berganti tahun dan Umar r.a menjadi khalifah kedua menggantikan Abu Bakar As-Siddiq yang telah wafat. Abu Bakar dipilih menjadi khalifah selepas Rasulullah saw wafat.

Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi saw tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan sahabatnya, Sayyidina Ali k.w. untuk mencari Uwais bersama.

Sejak itu, setiap kali ada kafilah yang datang dari Yaman, mereka berdua akan bertanya tentang Uwais al-Qarni, apakah ia turut bersama mereka. Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang dicari oleh kedua-dua sahabat besar itu. Rombongan kafilah dari Yaman menuju ke Syam silih berganti membawa barang dagangan mereka.

Suatu ketika, Uwais al-Qarni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, bersegeralah khalifah Umar r.a. dan Sayyidina Ali k.w. mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka.

Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawapan itu, mereka berdua bergegas menemui Uwais al-Qarni. Sesampainya di tempat Uwais, Khalifah Umar r.a. dan Sayyidina Ali k.w. memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan solat. Setelah mengakhiri solatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman.

Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi saw. Memang benar! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut, Siapakah nama saudara?

Lalu jawab Uwais, Abdullah. Mendengar jawaban itu, kedua sahabat itupun tertawa dan mengatakan : Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?

Uwais kemudian berkata: Nama saya Uwais al-Qarni.

Sepanjang perkenalan mereka, tahulah mereka bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, beliau baru dapat turut serta bersama rombongan kafilah dagang itu.

Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali k.w. memohon agar Uwais berkenan mendoâkan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah: Sayalah yang harus meminta doa dari kalian. Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata: Kami datang ke sini untuk mohon doa dan istighfar dari tuan.

Disebabkan didesak oleh dua sahabat besar ini, Uwais al-Qarni akhirnya mengangkat kedua belah tangannya lalu berdoa dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk memberinya uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais sebagai biaya hidupnya. Uwais menolaknya dengan lembut dengan berkata: Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.

Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam dan tidak langsung terdengar beritanya. Tapi diriwayatkan ada seorang lelaki pernah bertemu dan dibantu oleh Uwais. Kata orang itu, waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju ke tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin ribut bertiup dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat.

Pada saat itu, kami melihat seorang lelaki yang mengenakan selimut berbulu di berada di satu sudut kapal lalu kami memanggilnya. Lelaki itu bangun lalu melakukan solat di atas air.

Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. Wahai waliyullah, Tolonglah kami! Tetapi lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi, Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami! Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata: Apa yang terjadi? Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dibadai ribut dan dihantam ombak ?tanya kami.

Dekatkanlah diri kalian pada Allah ! katanya. Kami telah melakukannya. Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrohmaanirrohiim! Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami yang lain tenggelam ke dasar laut bersama isinya.

Lalu orang itu berkata pada kami , Tidak mengapalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat. Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? Tanya kami.

Uwais al-Qarni. Jawabnya dengan singkat. Kemudian kami berkata lagi kepadanya, Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir. Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah? tanya Uwais.

Ya,jawab kami. Orang itu pun melaksanakan solat dua rakaat di atas air, lalu berdoa. Setelah Uwais al-Qarni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menaikinya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah sehingga tidak ada satupun yang tertinggal.

Beberapa waktu kemudian, tersiarlah khabar bahawa Uwais al-Qarni telah pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia hendak dimandikan tiba-tiba terlalu banyak orang yang berebut hendak memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafankan, begitu ramai orang yang menunggu untuk mengkapannya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai.

Ketika usungan dibawa menuju ke perkuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebut hendak mengusungnya.

Meninggalnya Uwais al-Qarni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan penduduk Yaman. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenali datang untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tidak dihiraukan orang.

Sejak ia dimandikan sampailah ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, ada saja orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu.

Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka tertanya-tanya: Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qarni ? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tidak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala kambing dan unta? Tetapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal.

Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang diturunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahui siapa Uwais al-Qarniyang ternyata tidak terkenal di bumi tapi terkenal di langit.
Sumber: kisahislami.com

Cerita Dalam Al-Quran (Qabil dan Habil)

Cerita Qabil Dan Habil


Kemudian, Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali tanah di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya ia menguburkan mayat saudaranya. Berkatalah (Qabil), "Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan saudaraku ini?" (QS Al-Maa-idah: 31).
Akibat dari godaan iblis, Adam dan Hawa akhirnya harus meninggalkan surga karena larangan untuk tidak memakan buah larangan Allah, telah dilanggar. Adam dan Hawa tidak henti-hentinya menangis karena menyesal. Setelah mendapat ampunan Allah, barulah Adam dan Hawa hidup tenang. Allah mengaruniai mereka banyak putra. Diantara putra-putranya, terdapat Qabil dan Habil. Qabil adalah anak Adam yang bersaudara kembar dengan Iqlima. Sedang Habil adalah anak Adam yang bersaudara kembar dengan Lyudza.
Ketika masing-masing sudah dewasa, turunlah perintah Allah kepada Nabi Adam untuk mengawinkan anak-anaknya. Allah memerintahkan kepada Adam agar jangan mengawinkan dengan saudara kembarnya. Jadi Qabil harus dinikahkan dengan Liyudza, sedangkan Habil harus menikah dengan Iqlima, saudara kembar Qabil.
Ketika Adam menyampaikan hal ini kepada Qabil, ia tidak menerimanya. Qabil sebelumnya memang sudah mencintai Iqlima, saudara kembarnya yang cantik itu. Karenanya, ia sangat menginginkan menikah dengan Iqlima. Ia merasa gelisah dan selalu terbayang-bayang wajah Iqlima. Qabil merasa keputusan bapaknya itu tidak adil.
Pada saat itulah iblis datang mempengaruhi Qabil. "Wahai Qabil, sesungguhnya keputusan itu tidak adil, tidak benar dan berat sebelah. Ternyata bapakmu lebih sayang kepada Habil daripada kepadamu. Mengapa Iqlima yang cantik itu dikawinkan dengan Habil, sedangkan Liyudza yang buruk rupa itu diberikan kepadamu. Ini tak pantas. Tak pantas engkau mendapatkan Liyudza. Bayangkan betapa senangnya punya istri cnatik seperti Iqlima. Seharusnya Iqlima menjadi milikmu, karena ia lahir kembar bersamamu,"kata iblis menghasut.
Hasutan iblis rupanya berhasil. Qabil bertambah gelisah. Ia tidak bisa berpikir jernih. Bayangannya selalu tertuju pada Iqlima.
Kemudian, Allah memerintahkan kepada Adam, agar Habil dan Qabil melaksanakan kurban. Adampun menyampaikan hal ini kepada kedua anaknya itu. Diam-diam, Qabil tidak setuju dengan aturan itu. Ia merasa enggan mengurbankan hasil ladangnya.
Qabil memang mempunyai tabiat buruk. Ia keras kepala, mudah tersinggung, kasar, dan kikir. Terlebih lagim Qabil mudah terkena hasutan iblis.
Pada waktu yang telah ditentukan, Qabil dan habil mempersembahkan kurban mereka. Habil memilih domba yang terbaik. Sedangkan Qabil memilih gandum yang jelek dari hasil panennya.
Kedua kurban tersebut diletakkan di atas sebuah gunung. Tak berapa lama, api menyambar dari langit ke atas gunung itu. Setelah itu, Qabil dan Habil naik ke puncak gunung itu, untuk melihat kurban siapakah yang diterima. Ternyata kurban yang diterima adalah kurban milik Habil. Hal ini membuat Qabil semakin mendendam kepada habil.
Pada waktu Adam pergi ke Mekkah untuk menerima wahyu dari Allah, diam-diam Qabil yang sudah dipengaruhi iblis, berniat membunuh Habil. Ketika Habil sedang menggembala domba-dombanya seorang diri, Qabil menghampirinya. Ia membunuhnya, dengan terlebih dahulu mengikat kaki dan tangannya. Inilah pembunuhan pertama kali di muka bumi ini.
Setelah membunuh adiknya, Qabil bingung. Ia merasa menyesal. Qabil tidak tahu harus diapakan jasad adiknya ini. Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali tanah untuk memperlihatkan kepada Qabil bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Kebetulan pada saat itu sang burung gagak akan menguburkan gagak yang telah mati. Segera digalinya tanah dengan paruh dan cakarnya, lalu dimasukkannya mayat gagak ke dalamnya lalu ditimbunnya dengan tanah.
Qabil yang sedari tadi memperhatikan gagak, mulai menyadari hal tersebut. Dalam hati dia berkata,"Mengapa aku tidak mencontoh apa yang diperbuat burung gagak itu." Ia pun meniru apa yang sudah dilakukan burung gagak tadi. Setelah menguburkan Habil adiknya, menurut riwayat, Qabil berlari masuk ke hutan dan tak pernah kembali lagi meninggalkan ayah dan ibunya.
Diolah dari berbagai sumber

Kisah Anjing Penghuni Gua

Kisah Anjing Penghuni Gua

Dan kamu mengira mereka itu bangun padahal mereka tidur. Dan Kami bolak-balikkan mereka ke kanan dan kiri, sedang anjing mereka menelunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah hati kamu akan dipenuhi ketakutan terhadap mereka. (QS. Al-Kahfi: 18)
Dikisahkan, ada sebuah kota yang bernama kota Ephese dipimpin oleh seorang Raja yang bernama Dikyanus. Raja Dikyanus beserta rakyatnya tidak mau menyembah Allah. Mereka malah memuja dan menyembah berhala. Nah, di kota Ephese ini banyak sekali dijumpai anjing. Bahkan sangking banyaknya, keberadaan anjing di kota Ephese dianggap sangat mengganggu. Warga Ephese sering terganggu tidurnya karena gonggongan anjing-anjing tersebut sepanjang malam. Bukan hanya itu saja, anjing-anjing tersebut sering mencuri makanan milik warga, menggigit anak-anak yang berada di luar rumah, serta mengotori tempat-tempat ibadah mereka. Agar anjing-anjing di kota Ephese dapat dikendalikan, maka Raja Dikyanus memutuskan untuk membunuh semua anjing yang ada. Alhasil, setiap hari ada saja bangkai anjing yang telah terbunuh.
Melihat anjing dijadikan sebagai musuh utama kota Ephese, maka ada seekor anjing kecil yang berusaha diselamatkan oleh ibunya di bawah puing-puing bangunan. Pada suatu hari, sang ibu anjing kecil tersebut sedang mencari makanan. Naas nasib si ibu anjing, ia terlihat oleh prajurit Dikyanus. Sang ibu berlari sekuat tenaga dan bersembunyi. Namun malang, para prajurit menemukan tempat persembunyiannya. Mereka memukuli ibu anjing hingga mati.
Sang anjing kecil yang telah mengetahui bahwa ibunya telah mati, merasa bersedih. Tapi rasa sedih itu segera terobati setelah tahu bahwa masih ada teman ibunya yang ingin mengasuhnya. Akhirnya sang anjing kecil diasuh dan disusui oleh teman ibunya tersebut. Teman ibunya itu selamat dari pembantaian karena bersembunyi di hutan. Anjing kecil dipelihara dengan penuh kasih sayang hingga besar. Untuk membalas kebaikan teman ibunya, ia menemani anjinga itu sampai tua dan mati. Setelah itu, anjing kecil yang telah menjadi anjing dewasa ini hidup sendiri dan tetap tinggal di puing-puing bangunan.
Suatu ketika, anjing tersebut memperhatikan seorang pemuda yang memasuki bangunan tempat dia bersembunyi. Anjing itu merasa takut, dia mengira pemuda tersebut adalah prajurit Dikyanus. Setelah lama diperhatikan, ternyata perkiraannya salah. Pemuda tersebut ternyata datang sambil menggiring hewan ternak yang ditinggalkannya di luar. Setelah itu, pemuda tersebut melakukan gerakan seperti orang yang sedang beribadah. Tampaknya, agama yang dianut oleh pemuda ini berbeda dengan agama Raja Dikyanus.
Dengan perasaan takut dan penasaran, anjing tersebut mencoba mendekati pemuda ini. Terdengar pemuda itu memuji-muji Allah dan berdoa kepada-Nya. Anjing itu mulai duduk di samping pemuda itu sampai pemuda itu selesai beribadah.
Selesai melakukan ibadah, pemuda itu mengeluarkan roti dan sepotong daging dari tasnya. Bau daging benar-benar membuat lapar anjing itu, apalagi sudah beberapa hari ini perutnya belum terisi makanan.
Anjing itu terus menatap pemuda itu sambil sekali-kali menggonggong lirih. Akhirnya, pemuda itu melihat si anjing dan memberikan sedikit daging bekalnya kepada anjing itu. Tetapi, tetap saja, meskipun dalam hati ingin mengambil daging itu, anjing itu masih takut untuk mendekati pemuda itu.
Melihat anjing itu merasa ingin tapi takut mendekat, akhirnya pemuda itu memutuskan untuk melemparkan daging itu. Dengan sigap, anjing itu menyambar daging yang diberikan pemuda itu, dan memakannya hingga tak tersisa. Setelah memakan daging itu, dalam hati sang anjing, ia ingin mengabdi kepada pemuda itu walau apapun yang terjadi.
Pemuda itu akhirnya pulang bersama dengan hewan ternaknya. Diam-diam, sang anjing membuntuti pemuda itu dari belakang. Saat pemuda itu tahu sang anjing mengikutinya, pemuda itu berusaha menghalau anjing itu. Tapi, anjing itu tetap mengikutinya.
Pemuda itu berjalan menuju istana Raja Dikyanus. Sebelum memasuki pintu istana, ia kembali menghalau anjing tersebut untuk menjauh. Tapi tetap saja anjing itu tidak mau menjauh dan tetap mengikuti pemuda itu. Akhirnya pemuda itu membiarkan anjing itu mengikutinya. Pemuda itu menyerahkan hewan-hewan ternaknya kepada penjaga istana.
Di dalam istana tersebut ada sebuah kebun yang sangat indah, di mana pinggir-pinggir kebun terdapat patung-patung yang berderet rapi. Tiba-tiba, anjing itu lari mendekati patung itu kemudian kencinglah anjing itu dibawah salah satu patung itu. Melihat hal itu, ada seekor anjing betina coklat yang mendekati anjing itu. Anjing betina itu menggonggong anjing tersebut bermaksud untuk mengusirnya. "Hai anjing asing! Patung yang kamu kencingi itu tuhannya Raja Dikyanus. jika sang raja tahu, kamu pasti akan dibunuhnya,"kata anjing betina itu. "Dimanakah kamu tinggal? Mengapa tubuhmu kurus sekali?"
"Aku tinggal di pelosok kota. Tubuhku kurus karena aku kurang makan."
"Jika kamu mau, masih ada daging jatah makan siangku. Silahkan, makan semua daging itu!"
"Tapi, kamu jangan menggonggong, ya. Aku khawatir dituduh mencuri,"pinta anjing itu. Dengan lahapnya, semua daging makan siang anjing betina dihabiskan dalam sekejap.
Sebelum pemuda itu meninggalkan istana, Raja Dikyanus memanggil pemuda itu. Raja Dikyanus bertanya kepada pemuda itu,"Hai pemuda, aku tidak pernah melihatmu menyembang berhala seperti kami. Jika kamu mempunyai sesembahan lain selain tuhan-tuhan kami, kamu akan kusiksa sampai mati! Aku pun sering melihatmu bercakap-cakap dengan menteriku. Ada hubungan apa engkau dengan menteriku?"
"Baginda, aku bercakap-cakap dengannya karena ia sering memesan daging kepadaku,"jawab pemuda itu. "Bukankah menteriku itu tidak suka makan daging?"kata raja. Dengan tenang pemuda itu menjawab,"Baginda, memang sang menteri tidak suka makan daging, tetapi keluarganyalah uamh suka makan daging." Sang raja pun tidak memperpanjang pertanyaannya lagi. Ia membayar hewan ternak yang dijual pemuda itu dan membiarkannya pergi.
Pemuda itu pulang disertai anjing tadi. Sesampai di rumah, pemuda itu memberikan kalung tembaga kepada anjing itu dan memakaikannya. Saat itulah anjing itu tinggal bersama pemuda itu. Tengah malam, pemuda itu keluar dari rumahnya. Anjing itu pun mengikutinya. Tibalah mereka di sebuah bukit, ada enam pemuda yang sudah menantinya. Mereka saling bersalaman dan berpelukan.
Pemuda itu berkata kepada salah seorang dari mereka,"Wahai Menteri, sang raja mulai mencurigai kita. Sebaiknya kita segera meninggalkan kota ini. "Aku rasa mata-mata Dikyanus telah mengetahui keimanan kita kepada Allah. Jika ia melaporkannya, kita pasti dibunuhnya atau dipaksa menyembah berhala," sang menteri itu menjawab. "Kita tunggu saja sampai besok. Jika Dikyanus memang sudah mengetahuinya, kita harus secepatnya meninggalkan kota ini. Lalu, kita bersembunyi di sebuah gua yang tidak jauh dari bukit ini. Mudah-mudahan Allah melindungi kita semua,"jawab pemuda itu. Akhirnya mereka pun pulang ke rumah masing-masing.
Sang raja marah mendengar laporan mata-matanya. Ia memerintahkan kepada para prajurit menangkap ketujuh orang itu. Para prajurit mengobrak-abrik rumah penduduk untuk mencari ketujuh orang itu. Sementara itu, si pemuda beserta anjing itu dan keenam sahabatnya sudah berada di dalam gua. Mereka pun bersama-sama berdoa,"Ya Allah, berikanlah rahmat-Mu kepada kami, dan berikanlah kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami."
Saking lelahnya, mereka pun tertidur dengan lelap. Sedangkan anjing itu berjaga-jaga di muka gua. Tapi, rasa kantuk berat pun juga melanda anjing itu, hingga anjing itupun tertidur pula. Ketika bangun, anjing itu terkejut melihat bulunya telah memanjang sedemikian rupa. Dia terheran-heran, bukankah dia hanya tidur semalam, mengapa bulunya telah memanjang. Anjing itu pun menggonggong-gonggong berusaha membangunkan seluruh penghuni gua. Anjing itu kembali terkejut ketika mendapati janggut mereka pun panjang sampai ke kaki. Demikian pula rambut mereka tergerai hingga menyentuh tanah. Mereka pun bertanya-tanya,"Mengapa kita sampai seperti ini? Seakan-akan kita sudah tidur selama ratusan tahun!"  Tapi salah seorang diantara mereka menyanggahnya, karena mereka juga merasa baru tidur hanya semalam saja. Mereka pun saling berdebat mempertengkarkan tentang lamanya tidur mereka. Akhirnya, salah satu dari mereka pun menengahi, bukankah mereka lebih baik memperoleh makanan. Mereka pun memilih pemuda itu membeli makanan. Pemuda itu mengajak anjing itu. Sebelum mereka pergi meninggalkan gua, mereka berpesan,"Kawan, berhati-hatilah! Jangan sampai diketahui Dikyanus dan para prajuritnya!"
Di sepanjang perjalanan mereka, banyak orang yang terheran-heran bahkan mereka cenderung ketakutan melihat penampilan kami. "Siapakah orang itu? Mengapa janggutnya panjang sekali? Perhatikan pula bulu anjingnya juga sangat panjang!"
Pemuda itu memasuki sebuah warung untuk membeli daging dan roti. Ia menyerahkan satu keping uang emas. Uang emas itu merupakan hasil penjualan hewan ternaknya kepada Raja Dikyanus. Ketika penjual roti melihat mata uang itu, ia kaget, lalu berkata,"Tuan, ini mata uang kuno! Dari mana Anda mendapatkannya? Apakah Anda baru menemukan harta karun?"
Orang-orang pun mengerumuni pemuda itu. Mereka ingin tahu apa yang telah terjadi. Dari cerita yang disampaikan, tahulah mereka bahwa pemuda itu adalah salah seorang dari tujuh orang beriman yang bersembunyi dalam gua. "Sekarang kalian jangan takut karena Raja Dikyanus yang kejam itu sudah meninggal lebih dari tiga ratus tahun yang lalu. Sekarang, kita dipimpin oleh seorang raja yang beriman kepada Allah seperti kalian," kata mereka. Setelah mendengarkan penjelasan orang-orang itu, pemuda beserta anjingnya kembali ke gua.
Kisah kembalinya ketujuh orang itu sampai kepada Raja Ephese yang baru. Ia beserta para menterinya mendatangi mereka. Sang raja meminta mereka untuk tinggal di istananya. Namun, mereka menolaknya karena tidak ingin hidup bermewah-mewah. Mereka lebih suka tinggal di dalam gua untuk beribadah kepada Allah.
Tidak lama setelah itu, Allah mewafatkan ketujuh orang penghuni gua itu bersama anjingnya. Untuk mengenang mereka, Raja Ephese membuat tempat ibadah di atas gua itu. Peristiwa yang dialami para penghuni gua bersama anjingnya adalah salah satu tanda kebesaran Allah. Bahwa Allah berkuasa menidurkan hamba-hambanya selama tiga ratus sembilan tahun dan membangunkannya kembali. Subhanallah.
Diolah dari berbagai sumber